Antropologi Pendidikan
PENDAHULUAN
Antrpologi pendidikan mulai menampilkan dirinya
sebagai disiplin ilmu pada pertengahan abad-20. Pada waktu itu banyak
pertanyaan yang diajukan kepada tokoh pendidikan tentang sejauhmana pendidikan
dapat mengubah suatu masyarakat. Sebagaimana diketahui pada waktu itu negara
maju tengah mengibarkan program besarnya, yakni menciptakan pembangunan di
negara-negara yang baru merdeka. Antropologipendidikan berupaya menemukan pola
budaya belajar masyarakat yang dapat menciptakan perubahan sosial. Demikian
juga mengenai perwujudan kebudayaan para pengambil kebijakan pendidikan yang
berorientasi pada perubahan sosial budaya mendapat perhatian. Oleh karena itu,
dalam makalah ini akan dibahas hubungan antara antropologi dan pendidikan.
PEMBAHASAN
KAITAN
ANTARA ANTROPOLOGI DENGAN PENDIDIKAN
Makna Antropologi
Antropologi adalah kajian tentang manusia dan
cara-cara hidup manusia. Antropologi mempunyai dua cabang utama, yaitu
antropologi yang mengkaji evolusi fisik manusia dan adaptasinya terhadap
lingkungan yang berbeda-beda dan antropologi budaya yang mengkaji baik
kebudayaan-kebudayaan yang masih ada maupun kebudayaan yang sudah punah.
Antropologi budaya mencakup antropologi bahasa yang mengkaji bentuk-bentuk
bahasa, arkeologi yang mengkaji kebudayaan-kebudayan yang sudah punah, ekologi
yang mengkaji kebudayaan yang masih ada atau kebudayaan yang hidup yang masih
dapat diamati secara langsung. Jadi antropolgi adalah kajian yang mendalam
tentang kebudayaan-kebudayaan tertentu.
Awalnya antropologi dikenal sebagai konsep kebudayaan
yang merupakan satu totalitas (Ruth). Sementara itu, Boas mempertimbangkan
aspek-aspek tertentu dari kebudayaan yang berbeda, yaitu kebudayaan berfungsi
sebagai satu keseluruhan dalam pola-pola tertentu. Ada banyak pertentangan lain
tentang antropologi, namun semenjak itu inovasi utama yang terjadi adalah
kajian tentang kebudayaan dan kepribadian yaitu tentang proses bagaimana sebuah
kebudayaan diinternalisasikan dan dirubah oleh individu. Jadi antropologi mengkaji
aspek-aspek tertentu dari kebudayaan. Jika sarana sosial lain membicarakan
rentangan tertentu, maka sarjana antropologi mengkaji keseluruhan sejarah umat
manusia sebagai bidang kajiannya. Dengan mempelajari antropologi, kita bisa
menyadari keragaman budaya umat manusia dan pengaruh dalam pendidikan.
Makna Kebudayaan
Kebudayaan berarti semua cara hidup yang telah
diperkembangkan oleh anggota-anggota suatu masyarakat. Dengan kebudayaan
tertentu dimaksudkan totalitas cara hidup yang dihayati oleh suatu masyarakat
tertentu yang terdiri dari cara berpikir, cara bertindak, dan cara merasa yang
dimanifestasikan seperti agama, hukum, bahasa, seni dan kebiasaan-kebiasaan.
Kebudayaan yang paling sederhana mencakup cara tidur, cara makan atau pun cara
berpakaian. Untuk membedakan antara kebudayaan dan masyarakat adalah bahwa
masyarakat adalah suatu penduduk local yang bekerja sama dalam jangka waktu
yang lama untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan kebudayaan adalah cara
hidup dari masyarakat tersebut, atau hal-hal yang mereka pikirkan, rasakan, dan
kerjakan.
Makna kebudayaan, secara sederhana berarti semua cara
hidup (ways of life) yang telah dikembangkan oleh anggota masyarakat. Dari
prespektif lain kita bisa memandang suatu kebudayaan sebagai perilaku yang dipelajari
dan dialami bersama (pikiran, tindakan, perasaan) dari suatu masyarakat
tertentu termasuk artefak-artefaknya, dipelajari dalam arti bahwa perilaku
tersebut disampaikan (transmitted) secara sosial, bukan diwariskan secara
genetis dan dialami bersama dalam arti dipraktekkan baik oleh seluruh anggota
masyarakat atau beberapa kelompok dalam suatu masyarakat.
Isi Kebudayaan
Pada dasarnya gejala kebudayaan dapat diklasifikasikan
sebagai kegiatan/aktivitas, gagasan/ide dan artefak yang diperoleh, dipelajari
dan dialami. Kebudayaan dapat diklasifikasikan atas terknologi sebagai
alat-alat yang digunakan, organisasi sosial sebagai kegiatan institusi
kebudayaan dan ideologi yang menjadi pengetahuan atas kebudayaan tersebut.
Menurut R. Linton, kebudayaan dapat diklasifikasikan atas:
1. Universals:
pemikiran-pemikiran, perbuatan, perasaan dan artefak yang dikenal bagi semua
orang dewasa dalam suatu masyarakat. Ex, bahasa, hubungan kekerabatan, pakaian
dan kepercayaan.
2. Specialisties: gejala
yang dihayati hanya oleh anggota kelompok sosial tertentu. Ex, kelompok
golongan profesi.
3. Alternatives: gejala
yang dihayati oleh sejumlah individu tertentu seperti pendeta, ulama, pelukis
dan filosof.
Kebudayaan merupakan gabungan dari keseluruhan
kesatuan yang ada dan tersusun secara unik sehingga dapat dipahami dan
mengingat masyarakat pembentuknya. Setiap kebudayaan memiliki konfigurasi yang
cocok dengan sikap-sikap dan kepercayaan dasar dari masyarakat, sehingga pada
akhirnya membentuk sistem yang interdependen, dimana koherensinya lebih dapat
dirasakan daripada dipikirkan pembentuknya. Kebudayaan dapat bersifat
sistematis sehingga dapat menjadi selektif, menciptakan dan menyesuaikan
menurut dasar-dasar dari konfigurasi tertentu. Kebudayaan akan lancar dan
berkembang apabila terciptanya suatu integrasi yang saling berhubungan.
Dalam kebudayaan terdapat subsistem yang paling
penting yaitu foci yang menjadi kumpulan pola perilaku yang menyerap banyak
waktu dan tenaga. Apabila suatu kebudayaan makin terintegrasi maka fokus tersebut
akan makin berkuasa terhadap pola perilaku dan makin berhubungan fokus tersebut
satu dengan yang lainnya dan begitu pula sebaliknya. Kebudayaan akan rusak dan
bahkan bisa hancur apabila perubahan yang terjadi terlalu dipaksakan, sehingga
tidak sesuai dengan keadaan masyarakat tempat kebudayaan tersebut berkembang.
Perubahan tersebut didorong oleh adanya tingkat integrasi yang tinggi dalam
kebudayaan. Apabila tidak terintegrasi maka kebudayaan tersebut akan mudah
menyerap serangkaian inovasi sehingga dapat menghancurkan kebudayaan itu
sendiri.
Sifat Kebudayaan
Kebudayaan yang berkembang pada masyarakat memiliki
sifat seperti:
1. Bersifat organik dan superorganik karena berakar pada
organ manusia dan juga karena kebudayaan terus hidup melampaui generasi tertentu.
2. Bersifat terlihat (overt) dan tersembunyi (covert)
terlihat dalam tindakan dan benda, serta bersifat tersembunyi dalam aspek yang
mesti diintegrasikan oleh tiap anggotanya.
3. Bersifat eksplisit dan implisit berupa tindakan yang
tergambar langsung oleh orang yang melaksanakannya dan hal-hal yang dianggap
telah diketahui dan hal-hal tersebut tidak dapat diterangkan.
4. Bersifat ideal dan manifest berupa tindakan yang harus
dilakukannya serta tindakan-tindakan yang aktual.
5. Bersifat stabil dan berubah yang diukur melalui
elemen-elemen yang relatif stabil dan stabilitas terhadap elemen budaya.
Antropologi dan Pendidikan
Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses
pembelajaran, pemberian pengetahuan, keterampilan dan sikap melalui pikiran,
karakter serta kapasitas fisik dengan menggunakan pranata-pranata agar tujuan
yang ingin dicapai dapat dipenuhi. Pendidikan dapat diperoleh melalui lembaga
formal dan informal. Penyampaian kebudayaan melalui lembaga informal tersebut
dilakukan melalui enkulturasi semenjak kecil di dalam lingkungan keluarganya.
Dalam masyarakat yang sangat kompleks, terspesialisasi dan berubah cepat,
pendidikan memiliki fungsi yang sangat besar dalam memahami kebudayaan sebagai
satu keseluruhan.
Dengan makin cepatnya perubahan kebudayaan, maka makin
banyak diperlukan waktu untuk memahami kebudayaannya sendiri. Hal ini membuat
kebudayaan di masa depan tidak dapat diramalkan secara pasti, sehingga dalam
mempelajari kebudayaan baru diperlukan metode baru untuk mempelajarinya. Dalam
hal ini pendidik dan antropolog harus saling bekerja sama, dimana keduanya
sama-sama memiliki peran yang penting dan saling berhubungan. Pendidikan
bersifat konservatif yang bertujuan mengekalkan hasil-hasil prestasi
kebudayaan, yang dilakukan oleh pemuda-pemudi sehinga dapat menyesuaikan diri
pada kejadian-kejadian yang dapat diantisipasikan di dalam dan di luar
kebudayaan serta merintis jalan untuk melakukan perubahan terhadap kebudayaan.
G.D. Spindler berpendirian bahwa kontribusi utama yang
bisa diberikan antropologi terhadap pendidikan adalah menghimpun sejumlah
pengetahuan empiris yang sudah diverifikasikan dengan menganalisa aspek-aspek
proses pendidikan yang berbeda-beda dalam lingkungan sosial budayanya. Teori
khusus dan percobaan yang terpisah tidak akan menghasilkan disiplin antropologi
pendidikan. Pada dasarnya, antropologi pendidikan mestilah merupakan sebuah
kajian sistematik, tidak hanya mengenai praktek pendidikan dalam prespektif
budaya, tetapi juga tentang asumsi yang dipakai antropolog terhadap pendidikan
dan asumsi yang dicerminkan oleh praktek-praktek pendidikan.
Dengan mempelajari metode pendidikan kebudayaan maka
antropologi bermanfaat bagi pendidikan. Dimana para pendidik harus melakkan
secara hati-hati. Hal ini disebabkan karena kebudayaan yang ada dan berkembang
dalam masyarakat bersifat unik, sukar untuk dibandingkan sehingga harus ada
perbandingan baru yang bersifat tentatif. Setiap penyeldikan yang dilakukan
oleh para ilmuwan akan memberikan sumbangan yang berharga dan mempengaruhi
pendidikan.
Antropologi pendidikan dihasilkan melalui teori khusus
dan percobaan yang terpisah dengan kajian yang sistematis mengenai praktek
pendidikan dalam prespektif budaya, sehingga antropolog menyimpulkan bahwa
sekolah merupakan sebuah benda budaya yang menjadi skema nilai-nilai dalam
membimbing masyarakat. Namun ada kalanya sejumlah metode mengajar kurang
efektif dari media pendidikan sehingga sangat berlawanan dengan data yang
didapat di lapangan oleh para antropolog. Tugas para pendidik bukan hanya
mengeksploitasi nilai kebudayaan namun menatanya dan menghubungkannya dengan
pemikiran dan praktek pendidikan sebagai satu keseluruhan.
Antropologi pendidikan mulai menampakkan dirinya
sebagai disiplin ilmu pada pertengahan abab ke-20. Sejak saat itu, antropologi
pendidikan berupaya menemukan pola budaya belajar masyarakat (pedesaan dan
perkotaan) yang dapat merubah perubahan social. Demikian juga mengenai
perwujudan kebudayaan para ahli mengambil kebijakan pendidikan yang
berorientasi pada perubahan sosial budaya mendapat perhatian. Konferensi
pendidikan antropologi yang berorientasi pada perubahan sosial di Negara-negara
baru khususnya melalui pendidikan persekolahan mulai digelar. Hasil-hasil
kajian pendidikan di persekolahan melalui antropologi diterbitkan pada tahun
1954 dibawah redaksi G.D. Spindler (1963).
Konferensi memberi rekomendasi untuk melakukan
serangkaian penelitian antropologi pendidikan di persekolahan, mengingat jalur
perubahan social budaya salah satunya dapat dilakukan dengan melalui pendidikan
formal. Banyak penelitian menunjukan bahwa system pendidikan di negara-negara
baru diorientasikan untuk mengokohkan kelompok sosial yang tengah berkuasa.
Antropologi Pendidikan sebagai disiplin kini banyak di
kembangkan oleh para ahli yang menyadari pentingnya kajian budaya pada suatu
masyarakat. Antropologi di negara-negara maju memandang salah satu persoalan
pembangunan di negara berkembang adalah karena masalah budaya belajar. Kajian
budaya belajar kini menjadi perhatian yang semakin menarik, khususnya bagi para
pemikir pendidikan diperguruan tinggi. Perhatian ini dilakukan dengan melihat
kenyataan lemahnya mutu sumber daya manusia yang berakibat terhadap rentannya
ketahanan social budaya masyarakat dalam menghadapi krisis kehidupan.
Orientasi pengembangan budaya belajar harus dilakukan
secara menyeluruh yang menghubungkan pola budaya belajar yang ada di dalam
lingkungan masyarakat dan lembaga pendidikan formal. Van Kemenade (1969) dalam
Imran Manan telah mengingatkan: “persoalan pendidikan jangan hanya dianggap
melulu persoalan pedagogis didaktis metodis dan tidak menjadi masalah kebikakan
social, sehingga pendidikan tidak ada lagi menjadi kebutuhan bersama. Untuk itu
perlu analisa empiris tentang tugas pendidikan dalam konteks kehidupan
masyarakat”.
Pendekatan dan teori antropologi pendidikan dapat
dilihat dari dua kategori. Pertama, pendekatan teori antopologi pendidikan yang
bersumber dari antropologi budaya yang ditujukan bagi perubahan social budaya.
Kedua, pendekatan teori pendidikan yang bersumber dari filsafat.
Teori antropologi pendidikan yang diorientasikan pada
perubahan social budaya dikategorikan menjadi empat orientasi:
1. Orientasi teoritik yang focus perhatiannya kepada
keseimbangan secara statis. Teori ini merupakan bagian dari teori-teori evolusi
dan sejarah.
2. Orientasi teori yang memandang adanya keseimbangan
budaya secara dinamis. Teori ini yang menjadi penyempurna teori sebelumnya,
yakni orientasi adaptasi dan tekno-ekonomi yang menjadi andalanya
3. Orientasi teori yang melihat adanya pertentangan
budaya yang statis, dimana sumber teori dating dari rumpun teori structural.
4. Orientasi teori yang bermuatan pertentangan budaya
yang bersifat global atas gejala interdependensi antar Negara, dimana teori
multicultural termasuk didalamnya.






