.
MEMAHAMI MASALAH
Memahami masalah
artinya membuat representasi internal terhadap masalah. Langkah awal untuk
memahami masalah adalah melakukan dua tahap, yaitu: (1) Memberikan perhatian
pada informasi yang relevan, mengabaikan hal-hal yang tidak relevan; dan (2)
Memutuskan bagaimana merepresentasikan masalah.
1.
Syarat-syarat untuk Memahami Masalah
Dalam penelitian
penyelesaian masalah, bagian pemahaman masalah dapat diartikan bahwa kamu telah
merubah mental representasi masalah, tergantung dari informasi yang tersedia
dan pengalaman sebelumnya (Robertson, 2001). Untuk memahami masalah, kamu perlu
merubah mental representasi masalah (Greeno, 1991). Greeno mengusulkan tiga syarat untuk memahami masalah, yaitu: koheren,
korespondensi, dan hubungan dengan latar belakang pengetahuan. Representasi
koheren berarti bahwa masalah merupakan pola yang terkait satu sama lain,
sehingga semua bagian-bagian tertentu lainnyapun dapat memberi pengertian.
Pemahaman memerlukan adanya hubungan dekat (korespondensi) antara representasi
internal dengan materi yang dipahami. Ketika representasi internal tidak
lengkap atau tidak akurat atau tidak berkaitan dengan materi yang dipahami,
maka perlu memikirkan kejadian/peristiwa tertentu. Untuk memahami masalah, diperlukan pentingnya
perhatian, metode penyajian masalah, dan kondisi kognitif, pendangan yang
menekankan pada konteks pemahaman sebuah masalah.
2. Memperhatikan Informasi Penting
Untuk memahami
masalah kita harus mengambil keputusan yang mengandung informasi yang dianggap
paling relevan dalam memecahkan masalah dan merupakan bagian dari solusi
masalah. Hal ini perlu diperhatikan karena pemecahan masalah adalah aktifitas kognitif yang kompleks yang
bersandar pada aktivitas kognitif lain, seperti: perhatian, memory, dan
pengambilan keputusan.
Perhatian dalam
pemecahan masalah dianggap penting sebab perhatian terbatas dan bertentangan
dengan pemikiran yang menyebabkan perhatian menjadi terbagi (Bruning
dkk., 1999). Bransford dan Stein
(1984) memperkenalkan aljabar tentang sejarah masalah kepada sekelompok
mahasiswa. Mahasiswa diminta untuk merekam pemikiran dan emosi mereka dalam
mengamati masalah mereka. Banyak mahasiswa bersikap negatif terhadap
masalahnya, seperti “ “Oh tidak, ini adalah masalah angka matematis, saya tidak
suka ini”. Pikiran negatif tersebut seringkali terjadi 5 menit sesaat mereka
menerima tugas tersebut. Dengan jelas mereka mengalihkan perhatian mereka dalam
memecahakan masalahnya.
Tantangan besar lainnya
dalam memahami masalah adalah fokus pada bagiannya (Dunbar, 1998). Peneliti
menemukan pemecah masalah yang efektif dengan membaca penjelasan sebuah masalah
dengan seksama, perhatikan bagian yang tidak konsisten (Mayer & Hegarty.
1996). Secara kebetulan, jika kamu perhatikan teka-teki sopir bus pada halaman
357, kamu akan dapat memecahkannya tanpa membacanya. Bagaimanapun, jika kamu
tidak memperhatikan, kamu akan menjawab pada kalimat pertama pad ademonstrasi
1.1. Kesimpulannya, perhatian itu merupakan komponen awal dalam memahami sebuah
masalah.
3. Metode Penyajian Masalah
Setelah pemecah
masalah memutuskan informasi mana yang penting dan mana yang dapat diabaikan,
langkah berikutnya adalah menemukan cara terbaik untuk menyajikan masalah
tersebut. Jika kita memilih metode
yang tidak tepat, kita tidak akan dapat mencapai solusi yang efektif untuk masalah tersebut. Jika kita dapat
menemukan cara penyajian yang efektif, kita dapat mengatur informasi secara
efesien dan meminimalisir keterbatasan kerja memori. Sebaiknya, pilihlah
strategi yang bermanfaat (Leighton & Sternberg, 2003; Pretz dkk, 2003; Ward
& Morris, 2005). Penyajian masalah
harus memperlihatkan informasi penting yang diperlukan dalam memecahkan masalah
tersebut. Beberapa metode paling efektif dalam menyajikan masalah, diantaranya: simbol, matriks, diagram, dan bayangan visual.
a.
Simbol
Cara yang paling efektif
dalam menyajikan masalah yang abstrak adalah dengan menggunakan simbol.
Tantangan terbesar adalah pemecah masalah sering membuat kesalahan ketika
mereka menerjemahkan kata-kata ke dalam simbol (Mayer, 2004). Jika kita tidak
memahami masalah, kita tidak dapat mengartikan dengan akurat ke dalam bentuk
simbol.
Biasanya terdapat masalah
dalam menerjemahkan kalimat ke dalam simbol dimana pemecah masalah terlalu
menyederhanakan kalimat sehingga terjadi kesalahan dalam menyajikan informasi
(Mayer, 2004; Reed, 1999). Misalnya, Mayer dan Hegarty (1996) meminta mahasiswa
untuk membaca bagian dari masalah aljabar dan kemudian mereka diminta untuk
mengingatnya kembali.
b. Matriks
Kamu
dapat memecahkan beberapa masalah secara efektif dengan menggunakan sebuah
matriks, dimana sebuah bagan menunjukkan kemungkinan kombinasi pada beberapa
item. Matriks adalah cara yang paling baik untuk menyimpan item, khususnya jika
masalah tersebut kompleks dan jika informasi yang dianggap relevan dapat dikelompokkan
(Halpern, 2003).
c.
Diagram
Diagram membantu ketika kita ingin mengumpulkan objek.
Misalnya, Novick dan Morse (2000)
meminta siswa untuk merubah origami menjadi seperti sebuah miniatur piano
menggunakan kertas lipat. Orang yang menerima penjelasan verbal dan bagan
langkah-langkah akan lebih akurat dari pada orang yang menerima hanya dari
penjelasan verbal.
Diagram dapat bermanfaat
ketika kamu ingin menyajikan
informasi yang lebih luas. Misalnya diagram pohon yang menggunakan struktur
seperti pohon untuk mengkhususkan berbagai pilihan yang mungkin dalam suatu
masalah. Diagram dapat sangat
membantu dalam menunjukkan hubungan antara jenis kategori tersebut (Novrick,
2006).
Diagram dapat menyajikan
informasi kompleks dengan jelas, konkrit, sehingga kamu memiliki mental space dalam kerja memori, untuk
aktivitas pemecahan masalah lainnya. (helpern, 2003; Hurley&Novick, 2006).
Sebuah diagram dapat
menyediakan keuntungan. Misalnya, Garnt dan Spivey (2003) menemukan bahwa
diagram dapat menarik gerakan mata ke daerah diagram, memantu mereka dalam
memecahkan masalah dengan sukses. Sebuah grafik jenis diagram yang paling
efektif menyajikan informasi visual
selama proses pemecahan masalah.
e.
Bayangan visual (visual image)
Orang lebih menyukai
menyelasaikan masalah seperti salah satu biarawan Budha dengan menggunkanan
perumpamaan visual. Perhatian bahwa sebuah gambaran visual dapat kita hindari
dari batas-batas tradisi, penyajian yang konkrit. Keterampilan visual imagery (perumpamaan visual) yang
baik dapat memberikan manfaat ketika sebuah
masalah mengharuskan anda untuk mengkonstruksi sebuah gambar (Adeyomo, 194; Gorman, 2006; Phylyshyn, 2006).
Sejauh ini, kami telah
mempertimbangkan pentingnya perhatian dalam memahami masalah. Kami juga telah
melihat masalah dapat disajikan berbagai bentuk yang berbeda, termasuk simbol,
matriks, diagram, dan bayangan visual. Bahasan topik pada bagian ini berpindah
ke dimensi yang berbeda karena ini merupakan kepentingan lingkungan dan sosial
dimana kami memahami masalah dan kami harus memecahkannya.
4. Situated cognition: Pentingnya Konteks
Para peneliti mengamati
anak-anak yang tidak mengalami pendidikan formal, mereka mendemostrasikan
pemahaman matematika dalam berbelanja. Pada saat itu terjadi sistem inflasi
keuangan dimana harga satu kotak permen bisa mencapai harga 20.000 mata uang
Brazil. Bahkan penjual bisa menawarkan 2
buah permen seharga 500 dan 5 buah permen seharga 1000, jadi perlu pemahaman
dalam membandingkan kedua rasio tersebut (Carreher dkk, 1985; Robertson, 2004;
Woll, 2002).
Bagaimana anak-anak dapat
memahami perbandingan rasio tersebut, jika konsep tersebut jarang dipelajari
anak usia 10 tahun di sekolah Amerika Utara? Para psikolog dan pengajar memberi
penekanan pada kondisi kognitifnya. Dukungan terhadap pendekatan situated-cognition membantah bahwa
kemampuan kami dalam memecahkan masalah mengalami pasangsurut. Dukungan ini
juga dibantah bahwa test kecerdasan abstrak atau tes keterampilan bakat
sering gagal untuk diselesaikan
sebagaimana kemampuan seseorang yang akan memecahkan masalah pada kehidupan
nyata. (Kyllonen & Lee, 2005).
Penelitian pada
demonstrasi situated-cognition biasanya
orang-orang sering berhasil menghadapinya dengan barang-barang produksi yang
lebih murah pada toko bahan makanan, meskipun mereka gagal memahami masalah
yang sama dalam standar tes matematika. Dengan jelas menyampaikan pengetahuan
kepada kelas dalam memecahkan masalah sehari-hari (Dowler, 2005; Reed, 1999).
Pendekatan kognitif yang
tradisional menekankan proses cara berpikir yang ada pada pikiran masing-masing
orang. Pendekatan situated-cognition
membantah bahwa pendekatan kognitif tradisional terlalu sederhana. Dalam dunia nyata, kita sering berinteraksi
dengan orang lain, ada yang menyediakan informasi dan membantu kita dalam
menjelaskan proses kognitif. Semua faktor tersebut membantu kita agar menjadi
kompeten dalam memahami dan memecahkan masalah (Glaser, 2001; Seifert, 1999)
Seperti yang kamu
bayangkan, pandangan situated-cognition mempunyai dampak penting dalam pendidikan.
Ini dapat memberikan saran bahwa anak-anak harus mempunyai pegalaman dalam
memecahkan masalah matematika yang mungkin mereka hadapi di luar lingkungan
sekolah. Pandangan ini juga dapat memberikan saran bahwa mahasiswa dapat
mempelajari dengan efektif selama masa latihan (Hakel, 2001; Jitendra dkk,
2007).






0 comments:
Post a Comment